Rabu, 11 Maret 2015

Materai

saya tidak mau ngaku dulu dengan apa yang sedang saya kerjakan saat ini. Biar kalian menebaknya sendiri, semoga saja benar. Gampang kok.

Bagaimana kondisi pekerjaanmu?
Dibilang susah ya enggak juga, dibilang mudah kok mumet.
Pertanyaan dan jawaban sama-sama klise, gak jelas. Setiap hari mengurusi angka yang tiada habisnya. Hanya sedikit sekali huruf-huruf yang bisa terbaca. Dari puluhan file yang terbuka di monitor, file yang berisi bacaan hanya 2 atau 3 file saja, MS word dan MS power point. Sisanya MS Excel dari berbagai sumber yang harus diolah sedemikian rupa agar tidak memusingkan orang.


Berkenaan dengan Pemerintah, akhir-akhir ini ada aturan yang menyangkut dengan pekerjaan saya ini. Walaupun sebenarnya sudah harus diterapkan namun sampai sekarang belum ada kejelasannya. Saya sih asik-asik aja, namun suatu saat akan menjadi bom waktu dan masalah besar karena tidak segera diambil tindakan.

1. Perjanjian kontrak.
Menurut peraturan (eh peraturan yang mana ya?!) Perjanjian kontrak dibuat menggunakan bahasa kedua belah pihak. Untuk lokal tidak ada masalah karena bahasanya sama, sedangkan untuk internasional masih ada kerancuan.
Bahasa yang digunakan dalam perjanjian kontrak ini yang dipakai yang mana? Bahasa Indonesia, Bahasa Korea, Bahasa Inggris, Bahasa Cina, atau bahasa mana? Secara pabrik ini adalah PMA, bahasa mengacu pada asal negara PMA tersebut. Ahh ... mumet, skip skip.

Saya terima beres saja, yang saya terima di hadapan saya adalah versi Bahasa Indonesia dan Versi Bahasa Inggris. Ketahuilah teman-teman, kemampuan bahasa linggis saya masih sebatas conversation, bukan semacam bahasa planet seperti ini, Bahasa hukum. Lha wong perjanjian yang sudah berbahasa Indonesia aja saya masih gak ngerti apalagi yang pake bahasa linggis. Pontang panting saya cari referensi orang hukum yang bisa ditanya. Daripada saya yang ditanya balik tentang ini itu beserta penjelasannya, lebih baik saya mencari tahu dulu apa-apa yang tidak saya ketahui di masing-masing halaman.
Lebih parahnya lagi, ketika perjanjian kontrak tersebut saya berikan kepada masing-masing yang berkepentingan, dalam bahasa linggis tentunya, mereka juga gak ngerti sepenuhnya. Halah ...

2. Penggunaan mata uang
Seluruh transaksi pembayaran di Indonesia harus menggunakan rupiah, kecuali untuk kegiatan Ekspor Impor. Di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 Pasal 21 ayat (1) menyebutkan dengan jelas peraturan tersebut.
Dengan penggunaan rupiah di segala transaksi di Indonesia, saya yakin Rupiah akan menguat karena rupiah dibutuhkan oleh rakyatnya untuk melakukan transaksi. Sayangnya pemerintah sendiri masih kalah oleh pasar. Pemerintah yang punya kontrol penuh terhadap inflasi masih harus berjuang sekuat tenaga agar Rupiah tidak terperosok terlalu dalam.
Apalagi swasta dan perusahaan asing yang ada di Indonesia, mereka tidak bisa begitu saja mengubah currency seketika.

Saya bisa saja saklek menerapkan aturan tersebut. Sayangnya saya tidak bisa. Mereka beli bahan pakai dolar karena harus impor, barang diproses dan dikirim ke pabrik sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Untuk sementara masih belum ada perintah dari pabrik penerapan rupiah dalam transaksi ini.

Saya belum tahu apakah aturan ini akan berlaku atau tidak. Undang-undang tersebut terbit tahun 2011, sedangkan sekarang sudah 2105, sudah 4 tahun berjalan. Kalaupun harus dipaksakan berjalan, sayanya pasti repot banget. Gejolak Dolar terhadap Rupiah tidak stabil dan cenderung menggerus nilai Rupiah. Alhasil keruwetan pasti ada di saya karena harus setiap bulan adjusting harga. Perusahaan mana yang mau berbisnis rugi karena pengaruh Dolar, pasti gak ada. Pergantian harga di sistem yang sudah berjalan pastilah ribet pake banget.

3. Invoice
Sudah beberapa kali saya bilang, penyerahan invoice cukup satu saja di akhir bulan. Lha wong closing dan penghitungan total kiriman di akhir bulan kok tetep maksa pengiriman invoice setiap kedatangan barang. Rasain sendiri, beban materai bukan pada saya ya.

Harga materai akan naik jadi Rp 18.000 pada pertengahan 2015.
Apa gak pusing? Setiap saya bersin masalah pabrik, saat itu juga harus ada kiriman. Dan ketika ada kiriman, dirimu memaksa untuk memasukkan invoice. Saya sih aman-aman saja karena saya hanya mau terima beres.
Materai bukan urusan saya, monggo diatur-atur sendiri. Apalagi kenaikan materai nantinya disangkut-pautkan dengan harga barang, sungguh tidak bisa diterima.

14 komentar:

  1. design materai yang baru cukup keren. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh ... apakah sudah muncul desain harga Rp 18.000 itu? kok saya malah belum lihat ya

      Hapus
  2. Beneran mo naik sampe 18.000? Ga kira2 euy naiknya melebihi kenaikan harga bensin kalo beneran kejadian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kenaikan yang sangat drastis. 3 kali lipat dari yang biasa dilakukan. Pasti banyak yang bermasalah dengan harga yang begitu mahal ini.

      Hapus
  3. Iyah mahal bingit ya materai. Untung saya udah akad credit kpr, kalo engga, bisa bangkrut beli materai berpuluh2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh sudah beli KPR ya, kapan bisa maen ke sono xixixixi ...

      Hapus
  4. lagi hebo ya dimana-mana bahas materai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bunda, bayangkan harga materai bisa naik 3x lipat hanya untuk pengesahan transaksi. Ini suatu pemaksaan

      Hapus
  5. Emang ada apa sih dengan materai? ._. *ketinggalan inpoh*

    BalasHapus
  6. Balasan
    1. alhamdulillah. nanti kalau berurusan dengan materai jangan kaget ya

      Hapus
  7. itu yang materai 6000 menjadi 18000 itu pak? waduh. siap2 deh. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya benar, materai akan naik. sekarang sedang direbus peraturannya

      Hapus

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih